Bahasa Arab dan Identitas Keagamaan
Sejak
Islam masuk ke dalam dunia Arab, banyak hal yang berubah dalam tradisi bangsa
tersebut, bahkan Islam telah membawa bangsa Arab menjadi bangsa besar yang
patut diperhitungkan dalam sejarah peradaban manusia. Demikian halnya dengan
bahasa Arab sebagai bahasa mereka. Dalam perjalanannya, perkembangan bahasa
Arab dipengaruhi oleh faktor ideologi berupa legalitas normatif agama Islam
tentang bahasa itu. Misalnya saja dalam beberapa hadits nabi ditemukan redaksi
hadits yang menyanjung bahasa Arab. Rasulullah SAW bersabda: “cintailah bahasa
Arab karena tiga hal: karena aku adalah orang Arab, dan karena Islam diturunkan
di tanah Arab serta penduduk syurga berkomunikasi dengan bahasa Arab di syurga
nanti.”
Di
samping itu ada pula hadits yang menyatakan: ta’allam
Al-‘Arabiyyah wa ‘allimu>ha an-nas[1]. Yang berarti: ‘pelajarilah
bahasa Arab dan ajarakanlah manusia tentang bahasa Arab tersebut’. selain
hadits ada juga beberapa atsar dari sahabat yang menunjukkan euforia
kebahasaan yang menyanjung bahasa Arab, seperti perkataan Umar bin Khattab, “Ta’allam
Al-Arabiyyah fainnaha> juz’un min di>nikum.”[2]
‘Pelajarilah bahasa Arab karena bahasa Arab tersebut setengah dari agama
kalian’.
Demikianlah
perkembangan bahasa Arab yang dalam orientasinya membentuk identitas para
penuturnya yang bersifat holistik dimana motif-motif politik, agama, budaya dan
berbagai bidang kehidupan lainnya nampak selalu ada dalam dinamika bahasa Arab.
Dalam bidang keagamaan, penggunaan bahasa Arab sangat identik dengan identitas keagamaan. Lihat saja, bagaimana para penceramah, selalu memasukkan beberapa redaksi berbahasa Arab untuk menunjukkan identitas keislaman di dalamnya.
Motif-motif
ataupun pembentukan identitas penggunaan bahasa Arab di atas juga tetap menjadi
warna dalam perkembangan penutur Arab secara kuantitas. Artinya perkembangan
bahasa Arab yang menyentuh negara-negara non Arab sekalipun, juga banyak
dipengaruhi oleh motif-motif keagamaan. Di indonesia misalnya,
penggunaan bahasa Arab itu juga tidak terlepas dari motif dan
identitas tersebut sebagaimana yang bisa dilihat pada komunitas pesantren, Komunitas kemahasiswaan (KAMMI), dan berbagai komunitas lainnya.
Philip K. Hitty dalam bukunya History Of The Arabs, menyatakan argumentasi yang menunjukkan pada substansi penting dalam dinamika bahasa Arab
kaitannya dengan pembentukan motif dan identitas para penuturnya.
Pada abad ke-10 bahasa Arab, yang pada masa pra Islam
merupakan satu-satunya bahasa puisi dan pada masa Muhammad menjadi bahasa wahyu
dan agama, telah berubah dengan cara yang sangat menakjubkan, dan tidak ada
bandingannya dalam sejarah, menjadi sebuah media yang terbukti mampu menjadi
sarana ekspresi pemikiran ilmiah dan menampung gagasan filosofis tingkat
tinggi. Sementara itu, bahasa Arab telah memantapkan dirinya sebagai bahasa
diplomasi dan bahasa percakapan di berbagai wilayah mulai dari Asia Tengah,
Afrika Utara, hingga Spanyol. Sejak saat itu, bangsa-bangsa di Irak, Suriah,
dan Palestina, juga Mesir, Tunisia, Aljazair, dan Maroko telah mengungkapkan
pemikiran terbaik mereka dalam bahasa Arab.[3]
[1] Muhammad As-shonhaji, Matnul
al-Ajru>miah. Dalam al-Majmu’at.
[2] Muhammad bin Ahmad ibnu al-Bari. Kawakib Ad-Durriyah Syarhi Mutammimah
al-Ajrumiah. (tanpa tahun, Jiddah: Alharomain) hlm, 13
[3] Philip K. Hitty. Ibid, hlm, 393-394
Post a Comment for "Bahasa Arab dan Identitas Keagamaan"