Sejaraah Pertumbuhan, Perkembangan dan Penyempurnaan Tulisan Arab
Perkembangan
bahasa Arab merupakan wacana akademik yang selalu menarik untuk dikaji, di
samping keberadaannya yang sangat terkait dengan unsur ideologis, bahasa Arab sebagai
bahasa internasional juga menjadi wajib dikaji ketika dihadapkan dengan
kebutuhan intelektual dewasa ini. Sebagaimana dikatan oleh Hasan Albana, bahasa
Arab merupakan bahasa ilmu pengetahuan yang menjadi alat wajib menggali
keilmuan terlebih ilmu-ilmu agama.[1]
Secara
kronologis, dinamika bahasa Arab mengalami perjalanan yang cukup panjang
melalui pertumbuhan, perkembangan dan pernyempurnaan baik secara lisan maupun
tulisan. Jika dipetakan perkembangan bahasa Arab bisa dilihat melalui beberapa
fase penting yang dimulai dengan masa jahiliah, masa awal islam (shadrul
islam) masa Khulafaurrasyidin, masa Umayyah dan Abbasiah.[2]
Substansi
dalam proses penyempurnaan bahasa (tulisan) Arab secara aksiologis berorientasi
pada identifikasi makna. Artinya proses penyempurnaan bahasa Arab merupakan
usaha dalam mengkongkritkan makna bahasa yang dituturkan. Misalnya saja alasan
Ali bin Abi Thalib memerintahkan Abu Aswad Addualy untuk menyusun kitab nahwu
adalah karena adanya beberapa orang yang mengalami kesalahan dalam membaca
Al-Quran. Di samping alasan teologis, proses kodifikasi bahasa Arab juga
dipengaruhi oleh penyebaran demografi Arab seiring dengan menyebarnya agama
Islam.
Dalam
perkembangan bahasa Arab, proses pemberian tanda baca dan penyusunan gramatika
Arab menjadi tahapan perkembangan bahasa Arab yang penting untuk dikaji. Dalam
proses tersebut, ada motif keagamaan, ada pula motif sosial budaya. Salah satu
hal yang paling mempengaruhi proses pemberian tanda baca dan penyusunan
gramatika Arab pada waktu itu adalah adanya lahn, yakni kekeliruan
berbahasa orang-orang Arab pada waktu itu disebabkan adanya intraksi kebahasaan
antara orang Arab dan non Arab.
Dalam
tulisan ini akan dibahas tentang bagaimana perkembangan dan penyempurnaan
tulisan Arab serta implikasinya terhadap pemaknaan bahasa (semantik). Untuk itu
rumusan masalah yang bisa diajukan dalam tulisan ini adalah bagaimana proses
pertumbuhan serta perkembangan tulisan Arab hingga sampai ke bentuknya yang
sekarang? Serta bagaimana implikasi semantisnya terhadap penggunaan bahasa Arab
itu sendiri.
Pembahasan
Geneologi tulisan Arab
Bahasa
Arab merupakan turunan ketiga dari rumpun bahasa semit. Secara diakronis
tulisan Arab dari waktu ke waktu mengalami perubahan yang signifikan. Sebelum
kita melihat perubahan bentuk tulisan Arab tersebut, berikut penulis kutip
skema geneologi bahasa semit hingga sampai kepada bahasa Arab.
Sejalan dengan
hal ini Ismail Raji Al-faruqi dalam Atlas Kebudayaan Islam mengungkapkan
hal yang demikian[3].
Proses
perkembangan bahasa Arab dari sejak semit kuno, semit selatan hingga semit utara
menuai perkembangan yang cukup signifikan. Namun demikian para ahli kesulitan
untuk memetakan model tulisan Arab karena bangsa Arab dahulu secara umum tidak
memiliki budaya tulisan menulis, mereka hanya terbiasa dengan retorika.[4]
Adapun keterangan bahasa Arab yang sampai hingga saat ini berasal dari manuskrip
peninggalan Nabataean dan Palmyran. Kenyataan ini tentu saja membuat banyak
spekulasi, termasuk beberapa orientalis mengemukakan bahwa bahasa Arab sangat
terpengaruh oleh bahasa Yunani. Ini terbukti dari beberapa gramatika Arab
diklaim mengikuti kaidah tata bahasa Yunani.
Untuk
deskripsi yang lebih utuh, berikut penulis lampirkan gambar perubahan tulisan
Arab dari bangsa Aramaic hingga Arab modern.
Pada
masa pra-Islam, tulisan Arab mulai berkembang lebih masif dengan adanya
tradisi tulis menulis puisi yang terwadahi dalam kegiatan rutin bangsa Arab
yang dikenal dengan pasar Ukaz. Kegiatan rutian ini sangat berpengaruh terhadap
perkembangan tulisan Arab dimana beberapa perubahan sebagaimana gambar di atas
menjadi semakin masif.
Bahasa
Arab kemudian mengalami perkembangannya yang paling pesat setelah Islam datang
dengan kitab suci Al-Quran. Peran al-Quran dalam perkembangan bahasa Arab
sangatlah penting. Hal ini disebabkan oleh gaya bahasa al-Quran yang membuat
para penyair Arab waktu itu tertantang untuk menandingi gaya bahasa tersebut.
Hingga pada masa awal Islam bahasa Arab dari sisi tulisan tetap
sebagaimana pada masa jahiliah yakni tulisan tanpa tanda ataupun harokat. Keterangan
ini bisa dijustifikasi dengan surat nabi Muhammad yang dikirim ke beberapa Raja
yang berkuasa pada waktu itu.
Kebutuhan untuk membuat tanda baca dan harakat kemudian muncul pada masa khulafaurrasyidin yang disebabkan oleh adanya perbedaan cara membaca al-Quran yang mengkhawatirkan kandungan makna al-Quran itu sendiri. Pada pembahasan selanjutnya akan dibahas tentang bagaimana sejarah pemberian tanda baca pada tulisan Arab.
Penciptaan tanda baca Arab
Secara
kronologis, penciptaan tanda baca Arab dipengaruhi oleh motif ideologis, yakni
dalam rangka memudahkan ummat Islam untuk membaca Al-Quran. Hal ini merupakan
konsekuensi logis dari perkembangan agama Islam pada waktu itu. Artinya proses
ekspansi ummat Islam dari jazirah Arab ke negeri-negeri di sekelilingnya
membuat bahasa non Arab banyak berasimilasi dengan bahasa Arab. Sebagai kitab
suci ummat Islam, maka al-Quran dibaca oleh seluruh umat Islam baik dari
golongan Arab maupun lainnya. Kenyataan ini kemudian melahirkan persoalan baru,
yakni beredarnya bacaan-bacaan al-Quran yang berseberangan dengan kaidah dalam
penuturan bahasa Arab yang dibacakan oleh orang-orang non Arab karena lahjat
yang berbeda (lahn).
Jika
berbicara tentang penciptaan tanda baca dan penyusunan kaidah bahasa Arab, maka
bisa dikatakan bahwa penyusunan kaidah bahasa Arab lebih dahulu muncul dari
pada penciptaan tanda baca. Namun demikian, hal yang mempengaruhi proses
penciptaan tanda baca mupun penyusunan gramatika Arab sama-sama dipengaruhi
oleh faktor dinamika ummat Islam secara kuantitas.
Di
ceritakan bahwa yang pertama kali mendapatkan ide tanda baca terhadap Al-Qur’an
adalah Ziyad bin Abihi salah seorang gubernur yang diangkat oleh Muawiyah bin
Abi Sufiyan untuk wilayah Basrah (45-53 H)[5].
Kisah munculnya ide itu diawali ketika Muawiyah menulis surat kepadanya agar
mengutus putranya Ubaidillah, untuk menghadapnya, Muawiyah terkejut bahwa anak
muda itu banyak melakukan kesalahan dalam bahasa pembicaraannya, Muawiyah
mengirim surat teguran kepada Ziyad. Lalu Ziyad mengirim surat kepada Abu Aswad
Ad-duali dengan pernyataan bahwa sesungguhnya orang-orang non Arab itu semakin
banyak telah merusak bahasa orang-orang Arab, maka cobalah anda melakukan suatu
hal untuk memperbaiki bahasa orang itu dan membuat meraka membaca Al-Qur’an
dengan benar, tapi kemudian Abu Aswad menolak permintaan Ziyad.
Ziyad
melakukan sesuatu untuk memenuhi kehendaknya yaitu dengan menyuruh seseorag
untuk menunggu dijalan yang sering dilewati oleh Abu Aswad Aduali ini dengan
pesannya, ketika Abu Aswad lewat bacalah satu ayat Al-Quran, orang inipun
membaca firman Allah Q.S At-Taubah ayat 3. yang berbunyi: “Innallaaha bariiun
min al-musyrikiina wa rasuuluhu” (sesungguhnya Allah dan RasulNya berlepas diri
dari orang-orang musyrikin). pada lafadz “Rasuluhu” di baca Rafa'/ Dommah Namun
orang ajam tersebut membacanya dengan “Innallaaha bariiun min al-musyrikiina wa
rasuulihi” (sesungguhnya Allah berlepas diri dari orang-orang musrik dan
RasulNya).[6]
Pada
lafadz “Rasuluhu” di baca rasuulihi (jer/ kasroh) Mendengar bacaan tersebut Abu
Aswad terkejut, lalu mengucap:”Maha besar Allah: bagaimana mungkin Dia berlepas
diri dari RasulNya?! Setelah itu ia langsung menemui Ziyad untuk menerima
permohonan Ziyad. Abu Aswad menunjuk seorang dari suku al-Qais untuk
membantunya dari 30 orang yang di Ajukan Ziyad.
Abu
Aswad kemudian memerintahkan juru tulis itu mengambil mushaf dan Zat pewarna
yang berbeda dengan yang digunakan untuk berpesan kepada stafnya itu:” jika kau
lihat bibirku terbuka waktu menyebut huruf bersuara A (fatah) letakanlah satu
titik diatasnya, dan jika kesuan bibirku agak terkatup (bersuara i) letakkanlah
satu titik di bawahnya, jika bibirku mencuat kemuka (bersuara U) maka
letakkanlah satu titik ditengah huruf dan jika bibirku bersuara (Ghunnah)
letakkanlah dua titik diatasnya”[7].
Dalam versi lain Abul Aswad pada masa Khalifah Muawiyah memberi tanda vokal
(harakat) dengan tinta yang berlainan. Titik di atas untuk fathah, titik di
bawah untuk kasrah, titik di sebelah kiri atas untuk dlammah, dan dua titik
untuk tanwin. Sementara itu Abu Aswad membaca Al-Qur’an dengan perlahan dan
stafnya pun sibuk bekerja sesuai dengan perintahnya.
Apabila
mereka mendapatkan salah satu huruf halaq, mereka melatakkan salah satu titik
lebih tinggi dari pada yang lain, sebagai tanda suara (nun) jelas, jika
tidak jelas mereka meletakkan disamping, sebagai tanda apabila suara (nun)
tidak terdengar (tersembunyi). Dan setiap kali usai satu halaman, Abu Aswadpun
memeriksanya kembali sebelum melanjutkan kehalaman berikutnya. Oleh karena itu,
Abul Aswad Ad-Duali menjadi sosok yang berkiprah sangat penting bagi kaum
Muslimin. Dialah yang menemukan kaidah tata bahasa Arab (Nahwu), salah satunya
kaidah pemberian harakat.
Harkat
yang diciptakan oleh Abu al-Aswad ini lalu disempurnakan Imam Kholil bin Ahmad
al-Farakhidi pada masa dinasti Abbasiyah, hingga menjadi bentuk harkat seperti
yang ada sekarang. Adapun titik yang terdapat pada huruf ba', ta', tsa', jim,
ha', kha', dzal, za', dan lainnya, itu terjadi pada masa khalifah Abdul Malik
bin Marwan Saat itu beliau memerintahkan gubernurnya di Irak yang bernama
Hajjaj bin Yusuf. Hajjaj bin Yusuf lalu menyuruh Nashr bin Ashim dan Yahya bin
Ya'mur untuk merealisasikan keinginan khalifah Abdul Malik bin Marwan tersebut.
Dalam
penulisan titik huruf tersebut, Nashr bin Ashim menggunakan tinta yang warnanya
sama dengan tinta yang digunakan untuk menulis mushaf, agar tidak serupa
dengan titik tanda harkat yang digunakan oleh Abu al-Aswad al-Dualy Sejak saat
itulah dalam mushaf Alqur'an sudah ada titik huruf dan titik harkat. Titik yang
diciptakan oleh Abu al-Aswad disebut Titik I'rab, sedangkan titik yang
diletakkan oleh Nashr bin Ashim disebut Titik Huruf.
Pemberian
titik dan baris pada mushaf Alquran ini dilakukan dalam tiga fase. Pertama,
pada zaman Khalifah Muawiyah bin Abi Sufyan. Saat itu, Muawiyah menugaskan Abul
Aswad Ad-dualy untuk meletakkan tanda baca (i’rab) pada tiap kalimat
dalam bentuk titik untuk menghindari kesalahan membaca[8].
Jika melihat script yang dilampirkan oleh Ismail raji Al-Faruqi dalam
buknya,[9]
bentuk huruf Arab pada saat khalifah Mu’awiyah masih belum seutuhnya dilakukan
pemberian tanda baca berupa titik pada upaya membedakan huruf-huruf sebagaimana
dalam gambar berikut:
Fase
kedua, pada masa Abdul Malik bin Marwan (65 H), khalifah kelima Dinasti Umayyah
itu menugaskan salah seorang gubernur pada masa itu, Al-Hajjaj bin Yusuf, untuk
memberikan titik sebagai pembeda antara satu huruf dengan lainnya. Misalnya,
huruf baa’ dengan satu titik di bawah, huruf ta’ dengan dua titik
di atas, dan tsa dengan tiga titik di atas. Pada masa itu, Al Hajjaj
minta bantuan kepada Nashr bin ‘Ashim dan Hay bin Ya’mar.
Dapat digambarkan perubahan bentuk abjad hijaiyah pada masa ini seperti berikut:
Sebelumnya
Nashr bin Ashim |
Pemberian
tanda oleh Nashr |
|
ب ت ث ج خ ي Dan seterusnya |
Dengan demikian bentuk tulisan Arab saat ini sebagaimana pada
gambar berikut:
Setelah melewati masa kodifikasi bahasa zaman Nashr bin Ashim
bahasa Arab secara bentuk tulisan telah sempurna dan bisa dikatakan bentuk
seterusnya dari bahasa Arab. Berikut penulis lampirkan contoh tulisan Arab yang
sudah modern yakni setelah berbagai usaha pemberian tanda oleh para linguis
Arab..
مـــــــــــتى
أرى النيل لا تحـــــــلو مـــــــوارده * لغير مـــــــــــــــــــــــرتهـــن للـــــــــــــه
مـــــــــــــرتقب فقد
غدت مصر في حال إذا ذكرت * جادت جفــــــــــــــــوني
لها باللؤلؤ الرطب ايشتـــــــــــــكي
الفقر غادينا ورائــــــــــحنا * ونحن
نمشى على أرض من الذهب[10] |
Penyusunan tanda baca Tajwid
Pada
masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan, wilayah kekuasaan Islam telah semakin
luas hingga sampai ke Eropa. Karena kekhawatiran adanya bacaan Alquran bagi
umat Islam yang bukan berbahasa Arab, diperintahkanlah untuk menuliskan Alquran
dengan tambahan tanda baca tersebut. Tujuannya agar adanya keseragaman bacaan
Alquran baik bagi umat Islam yang keturunan Arab ataupun non-Arab (‘Ajami).
Baru
kemudian, pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah, diberikan tanda baris
berupa dhamah, fathah, kasrah, dan sukun untuk memperindah dan memudahkan umat
Islam dalam membaca Alquran. Pemberian tanda baris ini mengikuti cara pemberian
baris yang telah dilakukan oleh Khalil bin Ahmad Al Farahidy, seorang
ensiklopedi bahasa Arab terkemuka kala itu. Menurut sebuah riwayat, Khalil bin
Ahmad juga yang memberikan tanda hamzah, tasydid, dan ismam pada
kalimat-kalimat yang ada[11].
Kemudian,
pada masa Khalifah Al-Makmun, para ulama selanjutnya berijtihad untuk semakin
mempermudah orang untuk membaca dan menghafal Alquran, khususnya bagi orang
selain Arab, dengan menciptakan tanda-tanda baca tajwid yang berupa isymam,
rum, dan mad.
Sebagaimana
mereka juga membuat tanda lingkaran bulat sebagai pemisah ayat dan mencantumkan
nomor ayat, tanda-tanda wakaf (berhenti membaca), ibtida (memulai
membaca), menerangkan identitas surah di awal setiap surah yang terdiri atas
nama, tempat turun, jumlah ayat, dan jumlah ‘ain.
Tanda-tanda lain yang dibubuhkan pada tulisan Alquran adalah tajzi’, yaitu tanda pemisah antara satu Juz dan yang lainnya, berupa kata ‘juz’ dan diikuti dengan penomorannya dan tanda untuk menunjukkan isi yang berupa seperempat, seperlima, sepersepuluh, setengah juz, dan juz itu sendiri. Setelah masa ini tradisi tulisan Arab berkembang semakin pesat, salah satunya dengan munculnya penulisan kaligrafi Arab yang membawa kepada model tulisan Arab yang lebih estetik. Bisa jadi tradisi kaligrafi merupakan dampak dari akulturasi antara arab dengan beberapa negara yang sudah memiliki tradisi membuat kaligrafi seperti kaligrafi Cina dan lain sebagainya.
Penutup
Dapat disimpulkan bahwa proses pertumbuhan, perkembangan dan penyempurnaan tulisan Arab berlangsung secara cukup lama yang difaktori oleh banyak hal. Proses dinamika bahasa Arab mengalami puncaknya setelah Islam masuk ke Arab. Masuknya Islam dengan al-Quran-nya membuat perkembangan bahasa Arab semakin masif yakni dengan adanya pemberian tanda baca maupun harokat untuk membantu dalam menggunakan bahasa Arab oleh kalangan Arab sendiri ataupun non-Arab disekitarnya.
REFERENSI
Abdul Jalil,
Manqur. Ilmu ad-Dalalah; Ushuluhu wa Mabahitsuhu Fit Turotsil Aroby.
2002. tanpa kota: al-Haiah al-Amah al-Isti’lamat
Alisyh,
Muhammad. Hallul Ma’qud min Nazhmil Maqshud fi Shorf. 1315. Makkah:
al-Matba’ah al-Miriah al-Kainah
Ad-Dasuki, Umar. Fil Adabil Hadits. 1980. Kairo: Darul Fikr
Al-Faruqi,
Ismail Raji. The Cultural Atlas of Islam. 1986. New York: Macmillan
Publishing Company.
Chaer, Abdul. Linguistik Umum. 2012. Jakarta: Rineka Cipta
Dhoyf, Syaoqy. Madaris an-Nahwiyyah. 1978. Qairo: Darul
Ma’arif
Muhammad bin
Ahmad bin Abdul Bari. Kawakib Addurriyah. Mutammimah Limatnil Ajrumiah.
Tanpa Tahun. Jeddah: al-Haromain
Mahisan, Ahmad Salim. Tarikhul Quranil Karim. 1402. Madinah:
Dakwatul Haq
Musthafa al-Gholayaini. Jami’uddurus
al-Lughotil Arobiyah. 2008. Birut: Darul Bayan.
Noname. The Arabic Language. 1997. New York: Columbia
University Press
Sholih, Fadhil.
Ad-Dirosat An-Nahwiyah wa al-Lughowiyah ‘Inda Zamakhsyari. 2009. Oman:
Darun Umar
[1] Hasan Albana. Majmuatu
Rasail (2012, Solo: PT. Era Adicitra Intermedia) hlm, 195
[2] Umar
Ad-Dasuki. Fil Adabil Hadits. (tanpa tahun. Kairo: Darul Fikr) hlm,
20
[3] Ismail Raji
Alfaruqi dan Lois Lamya Alfaruqi. Atlas Budaya Islam. (2007, Jakarta:
Mizania) hlm, 25
[4] Noname. The
Arabic Language. (1997, New York: Columbia University Press) Hlm, 30
[5] Ahmad Salim
Mahisan. Tarikhul Quranil Karim. (1402H, Madinah: Dakwatul Haq) Hlm, 75
[6] Syaoqy Dhoyf. Madaris
an-Nahwiyyah (1978, Qairo: Darul Ma’arif). Hal. 15
[7] Ibid.
Hal 16
[8] Sejarah
Pemberian Tanda Baca dan Tajwid. Dalam situs: http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/09/07/09/61193-sejarah-pemberian-tanda-baca-dan-tajwid
Akses 31 maret 2015
[9] Ismail
Al-Faruqi. The Cultural Atlas of Islam. (1986, New York: Macmillan
Publishing Company) hlm, 29
[10] Penggalan
syair adalah karangan Hafiz Ibrahim yang dikutip dari buku Assyi’rul Aroby
al-Hadits. Lihat: ibrahim Khalil (2007, Yordan: Darul Masyiroh) hlm, 29
[11] Syaoqy Doyf. Madaris
an-Nahwiyah. H. 33
[12] Al-Quran surat
Yusuf ayat 2.
Post a Comment for " Sejaraah Pertumbuhan, Perkembangan dan Penyempurnaan Tulisan Arab"